Abstrak
Lensa
adalah sebuah alat untuk mengumpulkan atau menyebarkan cahaya. Cahaya yang
dikumpukan tersebut akan menghasilkan bayangan. Namun, ada kalanya bayangan
yang terbentuk dari proses pemantulan maupun pembiasan cahaya tersebut akan
mengalami kecacatan, sehingga akan menghasilkan bayangan yang cacat pula. Jika
semua sinar dari sebuah objek titik tidak difokuskan pada sebuah titik bayangan
tunggal, bayangan buram yang dihasilkan inilah yang disebut aberasi (Tippler,
2001). Ada banyak jenis aberasi yang bisa terjadi, diantaranya aberasi speris (koma,
distorsi, astigmatisme), aberasi kromatik, aberasi monokromatik (aberasi defokus, aberasi kurva
medan). Teori aberasi dapat dimanfaatkan untuk menguji kesempurnaan suatu lensa
berdasarkan sifat aberasinya. Tingkat kesempurnaan lensa tidak
bergantung pada besar kecilnya panjang fokusnya tetapi bergantung pada tingkat
kelengkungan permukaan lensa tersebut karena dengan kelengkungan permukaan
lensa yang digunakan semakin kecil akan semakin mengurangi sifat aberasi sferis
dari lensa.
Kata
kunci: Teori
Aberasi, cacat lensa, jenis-jenis aberasi, aplikasi
1.
Pendahuluan
Lensa adalah sebuah alat untuk mengumpulkan atau
menyebarkan cahaya, biasanya terbentuk dari sepotong gelas yang dibentuk
(Giancoli, 2001). Pada proses
terbentuknya bayangan pada lensa, ada kalanya cahaya yang datang setelah
dibiaskan oleh lensa, tidak berpotongan pada satu titik. Akibatnya, bayangan
yang dibentuk tidak hanya sebuah. Hal ini dikarenakan jarak titik api lensa
tergantung pada index bias lensa, sedang index bias tersebut berbeda-beda untuk
panjang gelombang yang berbeda. Sehingga jika sinar tidak monokhromatik (polikhromatik),
lensa akan membentuk sejumlah bayangan yang berbeda-beda posisinya dan juga
ukurannya, meskipun sinarnya itu paraxial. Sinar paraxial adalah sinar datang
yang membentuk sudut terkecil dengan sumbu utama. Adanya kenyataan bahwa
bayangan yang dibentuk tidak sesuai dengan perkiraan yang didasarkan pada
persamaan Gauss inilah yang disebut Aberasi.
2. Pembahasan
a. Pengertian Aberasi
Aberasi
disebut juga kesesatan atau kecacatan lensa. Aberasi adalah kelainan bentuk
bayangan yang dihasilkan oleh lensa atau cermin. Suatu kesalahan dalam system
optis sehingga bayangan yang terjadi tidak sama dengan bendanya. Pada lensa
atau cermin, kadang-kadang terbentuk bayangan yang tidak dikehendaki. Misalnya
timbulnya jumbai-jumbai berwarna di sekitar bayangan. Hal
ini terjadi jika semua sinar dari sebuah objek titik tidak difokuskan pada
sebuah titik bayangan tunggal,sehingga muncul bayangan yang tidak hanya satu
atau munculnya bayangan buram yang dihasilkan inilah yang disebut aberasi
(Tippler, 2001).
Aberasi optik adalah degradasi kinerja suatu sistem optik dari
standar pendekatan paraksialoptika
geometris. Degradasi yang terjadi dapat
disebabkan sifat-sifat optik dari cahaya maupun dari sifat-sifat optik sistem kanta sebagai medium terakhir yang dilalui sinar sebelum mencapai mata pengamatnya.
b. Jenis Aberasi
1. Aberasi
Sferis
Adalah gejala kesalahan
terbentuknya bayangan yang diakibatkan pengaruh kelengkungan lensa atau cermin.
Aberasi semacam ini akan menghasilkan bayangan yang tidak memenuhi hukum-hukum
pemantulan atau pembiasan.
Pembentukan
bayangan pada lensa tipis sejauh ini adalah pembentukan bayangan oleh
sinar-sinar paraksial atau sinar-sinar yang dekat dengan sumbu utama lensa
sehingga bayangan yang terbentuk terkesan sangat jelas dan tajam. Pada
kenyataannya, bayangan yang dibentuk oleh lensa tidak selalu tajam, bahkan bisa
saja terlihat kabur (buram). Cacat bayangan seperti ini disebabkan oleh berkas
sinar yang jauh dari sumbu utama tidak dibiaskan sebagaimana yang diharapkan.
Berkas sinar sejajar yang jauh dari sumbu utama dibiaskan lensa tidak tepat di
fokus utama, tetapi cenderung untuk mendekati pusat optik (Gambar). Semakin
jauh dari sumbu utama, berkas sinar sejajar ini akan semakin mendekati pusat
optik lensa. Cacat inilah yang disebut aberasi sferis. Aberasi ini dapat
dihilangkan dengan mempergunakan diafragma yang diletakkan di depan lensa atau
dengan lensa gabungan aplanatis yang terdiri dari dua lensa yang jenis kacanya
berlainan
Ada dua jenis aberasi
Sferis :
a.
Aberasi Sferis Aksial
Aberasi sferis aksial
menimbulkan ketidakpastian letak bayangan sepanjang arah sumbu optic.
b.
Aberasi Sferis lateral
Aberasi lateral
menyebabkan kekaburan bayangan titik sumber sinar berupa bundaran kekaburan
pada arah tegak lurus sumbu optic.
c.
Koma
Pada dasarnya, koma
sama dengan aberasi sferik yakni sebagai akibat dari kegagalan lensa dalam
membentuk gambar dari sinar pusat dan sinar-sinar yang melalui daerah yang
lebih ke pinggir lensa pada satu titik. Hanya saja, pada koma sebuah titik
benda akan terbentuk bayangan seperti bintang berekor, gejala koma ini tidak
dapat diperbaiki dengan diafragma.
d.
Astigmatisme
Sementara Astigmatisma itu sama dengan koma dalam hal
bahwa koma itu terbentuk akibat penyebaran gambar dari suatu titik pada suatu
bidang yang tegak lurus pada sumbu lensa sedangkan asigmatisma terbentuk
sebagai penyebaran gambar dalam suatu arah sepanjang sumbu lensa. Dalam ketiga
hal tersebut, gambarnya akan menjadi kabur. Adapun distorsi timbul akibat dari
pembesaran yang berbeda dalam arah yang menjauhi sumbu lensa; sehingga suatu
benda yang tadinya berbentuk garis lurus akan berubah bentuknya menjadi
melengkung.
2.
Aberasi Kromatik
Adalah Pembiasan
cahaya yang berbeda panjang gelombang pada titik fokus yang berbeda. Prinsip
dasar terjadinya aberasi kromatis oleh karena fokus lensa berbeda-beda untuk
tiap-tiap warna. Akibatnya bayangan yang terbentuk akan tampak berbagai jarak
dari lensa. Aberasi kromatik timbul akibat perbedaan indeks bias lensa untuk
panjang gelombang cahaya yang berbeda; cahaya yang terdiri dari berbagai
panjang gelombang akan mengalami distorsi atau penguraian warna bila melalui
lensa tersebut, dan fokus pun akan berbeda-beda menurut warna dan panjang
gelombang tersebut sehingga terbentuklah gambar sesuai dengan masing-masing
panjang gelombang itu.
Ada
dua macam aberasi kromatik :
a.
Aberasi kromatik aksial/longitudinal
Perubahan jarak
bayangan sesuai dengan indeks bias.
b.
Aberasi kromatik lateral
Perubahan aberasi
dalam ukuran bayangan. Untuk
menghilangkan terjadinya aberasi kromatis dipakai lensa flinta dan kaca krown;
lensa kembar ini disebut “ Achromatic double lens”.
3.
Aberasi Monokromatik
Aberasi monokromatik sering juga disebut aberasi tingkat ketiga adalah aberasi yang terjadi walaupun sistem
optik mempunyai lensa dengan bidang speris yang telah sempurna dan tidak
terjadi dispersi cahaya.
Muka gelombang sinar yang datar, setelah
melewati kanta akan berinterferensi
dengan muka gelombang sinar di sekitarnya dan menjadi muka gelombang aberasi
yang berbentuk speris.
Abersi monokromarik
terbagi menjadi dua :
a.
Aberasi defocus
adalah aberasi yang disebabkan
karena titik api (en:focal
point, foci) tidak
terletak pada titik fokus paraksial sperisnya, disebut juga titik santir Gauss (en:Gaussian image point). Defokus,
disebut juga wavefront
aberration, dimodelkan dengan kesalahan longitudinal gelombang cahaya
yang terjadi karena pergeseran titik api ideal pada bidang fokal menuju titik
api pengamatan pada sumbu optis, berikut beserta sperisnya (en:radius of curvature) masing-masing
yang bersinggungan pada pusat optis kanta.
Sinar yang tidak terfokus pada titik api ideal akan merambat menuju bidang
fokal secara transversal dan membentuk lingkaran gamang yang kita
kenal dengan istilah blur.
Aberasi defokus dapat
dikurangi dengan membuat sinar insiden terkolimasi (en:collimated light) dan jarak hiperfokal. Cahaya
kurang terkolimasi pada nilai bukaan kecil memperbesar interferensi longitudinal
gelombang cahaya yang membias menuju ke titik api, interferensi tersebut akan
menimbulkan gelombang cahaya resultan yang dapat jatuh di luar titik api.
b.
Aberasi kurva medan
adalah sebuah aberasi
pada sistem optik yang mempunyai bidang fokal menyerupai lingkaran/kurva. Bayangan
yang dibentuk oleh lensa pada layer letaknya tidak dalam satu bidang datar
melainkan pada bidang lengkung. Peristiwa ini disebut lengkungan medan atau
lengkungan bidang bayangan.
c.
Penerapan
Aberasi
Contoh Sifat Aberasi dalam
kehidupan sehari-hari
1. Visus
Mata
Visus adalah kemampuan
seseorang untuk dapat melihat suatau objek dengan jelas tanpa akomodasi. Dengan
kata lain visus adalah suatu bilangan
yang menunjukkan ketajaman penglihatan.
Misal :
Visus A : 6/40
Artinya : si A dapat mengenal
huruf tersebut pada jarak 6 m sedangkan orang normal dapat mengenal huruf
tersebut pada jarak 40 m.
Untuk menghasilkan
detail penglihatan, sistem optik mata harus memproyeksikan gambaran yang fokus
pada fovea, sebuah daerah di dalam makula yang memiliki densitas tertinggi akan
fotoreseptor konus/kerucut sehingga memiliki resolusi tertinggi dan penglihatan
warna terbaik. Ketajaman dan penglihatan warna sekalipun dilakukan oleh sel
yang sama, memiliki fungsi fisiologis yang berbeda dan tidak tumpang tindih
kecuali dalam hal posisi. Ketajaman dan penglihatan warna dipengaruhi secara
bebas oleh masing-masing unsur.
Seperti pada lensa
fotografi, ketajaman visus dipengaruhi oleh diameter pupil. Aberasi optik pada
mata yang menurunkan tajam penglihatan ada pada titik maksimal jika ukuran
pupil berada pada ukuran terbesar (sekitar 8 mm) yang terjadi pada keadaan
kurang cahaya. Jika pupil kecil (1-2 mm), ketajaman bayangan akan terbatas pada
difraksi cahaya oleh pupil. Antara kedua keadaan ekstrim, diameter pupil yang
secara umum terbaik untuk tajam penglihatan normal dan mata yang sehat ada pada
kisaran 3 atau 4 mm. Korteks penglihatan adalah bagian dari korteks serebri
yang terdapat pada bagian posterior (oksipital) dari otak yang
bertanggung-jawab dalam memproses stimuli visual. Bagian tengah 100 dari lapang
pandang (sekitar pelebaran dari makula), ditampilkan oleh sedikitnya 60% dari
korteks visual/penglihatan. Banyak dari neuron-neuron ini dipercaya terlibat
dalam pemrosesan tajam penglihatan.
2. Kamera
yang memanfaatkan sifat aberasi
Lensa fokus halus (soft
focus lens) adalah lensa yang memanfaatkan sifat aberasi speris.
Soft focus adalah
sebuah efek pada fotografi yang disebabkan oleh blur akibat aberasi speris
lensa. Sebuah lensa fokus halus didesain untuk menimbulkan efek blur tersebut
namun tetap menjaga ketajaman setiap garis dari subyeknya. Efek soft focus yang
ditimbulkan oleh lensa ini tidak sama dengan efek out of focus yang disebabkan
posisi subyek di luar bidang fokus.
Contoh lensa fokus
lunak adalah Canon EF 135mm f/2,8 with Softfocus dan Pentax SMC 28mm f/2,8 FA
Soft Lens. Keduanya dilengkapi dengan sistem pengaturan aberasi speris, jika
aberasi speris tersebut dimatikan, lensa akan menghasilkan citra dengan fokus
yang tajam seperti lensa lain pada umumnya.
Gambar : Canon EF 135mm
f/2,8 with Softfocus
Aplikasi Pemanfaatan
Sifat Aberasi
1.
Menguji kesempurnaan lensa berdasarkan sifat
aberasi
Telah dilakukan
penelitian tentang perubahan pola frinji akibat ketidaksempurnaan lensa
berdasarkan sifat aberasi lensa dengan menggunakan metode interferometer Twyan-Green.
Interferometer
Twyman-Green adalah suatu instrumen yang sangat bermanfaat untuk mengukur cacat
dalam suatu komponen seperti lensa, prisma, kaca plane-parallel, laser, dan
cermin datar, sehingga metode ini telah banyak digunakan di bidang industri
optik untuk menguji tingkat kesempuranaan produk-produk yang mereka hasilkan.
Lensa akan dikatakan sempurna jika tidak terjadi aberasi, hal ini diperlihatkan
dengan adanya pola frinji yang dihasilkan tidak mengalami perubahan bentuk
maupun penyimpangan posisi (Hecht, 1990).
Sumber cahaya yang
digunakan adalah sinar laser He-Ne dengan panjang gelombang = 632,8 nm dan
laser dioda dengan panjang gelombang = 645 nm. Bahan yang digunakan adalah 4
buah lensa cembung yang masing masing mempunyai panjang fokus lensa 18 mm, 48
mm, 50 mm dan 100 mm. Tingkat kesempurnaan lensa dapat dilihat dari
penyimpangan pola frinji yang dihasilkan, penyimpangan ini bisa dalam bentuk
pola frinji yang dihasilkan maupun dari posisi pola frinji terhadap titik pusat
dari berkas sinar.
Dari pengujian yang
telah dilakukan terhadap empat lensa cembung diperoleh bahwa semakin besar
panjang fokusnya, tingkat kesempurnaannya semakin bagus. Tetapi tingkat
kesempurnaan ini tidak bergantung terhadap panjang fokusnya akan tetapi bergantung
tingkat kelengkungan dari permukaan lensa karena dengan kelengkungan permukaan
lensa yang semakin kecil sifat aberasi sferis lensa semakin kecil pula.
Cara Kerja :
Lensa yang akan diuji
diletakkan diantara beam spliter (cermin pembagi sinar) dan movable mirror
(cermin yang dapat digeser). Berdasarkan pola frinji yang dihasilkan dari
interferensi sinar yang berasal dari adjustable mirror (cermin yang dapat
diatur kedudukannya) dan movable mirror akan dapat diketahui tingkat aberasi
lensa sehingga tingkat kesempurnaan suatu lensa dapat diketahui. Penelitian ini
dibatasi hanya pada pengamatan pola frinji yang dihasilkan sebelum dan sesudah
memakai bahan (lensa cembung) menggunakan metode interferometer Twyman-Green.
Bahan atau lensa cembung yang digunakan dalam penelitian ini diasumsikan
sebagai lensa tipis.
Pengujian pada Lensa
Cembung dengan Panjang Fokus 18 mm
Pola frinji yang
terbentuk adalah sama seperti pada saat kalibrasi yakni berbentuk cincin, hanya
ukurannya lebih kecil dan pola frinjinya tampak seperti sebuah sorotan lampu
diatas berkas sinar dan jika dilihat dari posisinya maka ia mengalami
penyimpangan kearah kanan atas yang dilihat dari titik fokus berkas sinar, hal
ini dapat dilihat pada gambar 4.3(a). Penyimpangan ini terjadi karena lensa
mengalami aberasi yang jika dilihat dari gambar yang dihasilkan terjadi
pengkaburan dari setiap pola cincin yang ada, aberasi yang terjadi dalam hal
ini adalah aberasi sferis (Spherical aberation) yaitu aberasi yang terjadi
karena permukaan yang dilalui sinar berbentuk sferis.
menunjukkan ukuran lebar cincin dari pola frinji yang dihasilkan. Jika pada
saat kalibrasi menggunakan laser He-Ne menghasilkan pola frinji yang mempunyai
lebar cincin untuk terang pertama sekitar 2,7 cm dan gelap pertama sekitar 0,3
cm maka kali ini menghasilkan pola frinji yang mempunyai lebar cincin terang
pertama sekitar 0,3 cm dan cincin gelap pertama sekitar 0,1 cm dan diameter
keseluruhan pola frinji yang teramati sekitar 1,0 cm. Jadi jika dibandingkan
dengan pola frinji pada saat kalibrasi pola frinji ini sangatlah kecil sekali,
padahal keduanya diambil pada jarak layar yang sama yaitu 80 cm.
Menunjukkan
bentuk pola frinji yang dihasilkan dari pengujian yang dilakukan terhadap lensa
cembung dengan panjang fokus sebesar 18 mm menggunakan laser dioda. Pola frinji
yang dihasilkan tidak jauh beda dengan pengujian menggunakan laser He-Ne yaitu
berbentuk cincin kecil yang timbul diatas berkas sinar terlihat pada gambar
4.4(a). Dari gambar tersebut terlihat pula terjadi penyimpangan posisi pola
frinji yang timbul, jika pengujian sebelumnya penyimpangan terjadi pada bagian
kanan atas berkas maka pada pengujian kali ini terdapat pada bagian kanan dari
berkas. Hal ini karena aberasi sferis (penyimpangan sinar akibat permukaan
melengkung) yang terjadi berbeda untuk sinar yang berbeda, aberasi ini juga
tampak terjadi jika dilihat dari gambar 4.4(b) yaitu pola frinji yang terjadi
mengalami pengikisan pada setiap pola cincin yang dihasilkan.
Pengujian lensa
menggunakan laser dioda maupun laser He-Ne, ternyata jika dilihat dari ukuran
besar kecilnya pola frinji yang dihasilkan akan menghasilkan pola dengan ukuran
yang sama yaitu terang pertama mempunyai diameter cincin sebesar 0,3 cm dan
lebar cincin gelap pertama sekitar 0,1 cm, akan tetapi keseluruhan pola frinji
yang teramati dengan menggunakan laser dioda mempunyai lebar diameter yang lebih
besar jika dibandingkan dengan pengujian menggunakan laser He-Ne walaupun
pengamatan dilakukan pada jarak yang sama.
0 komentar:
Posting Komentar